Rabu, 04 April 2012

BUDAYA ORGANISASI


Budaya merupakan perwujudan dari tingkah laku para pelaku dalam berorganisasi. Budaya organisasi mengacu kepada suatu sistem yang dianut oleh para anggota organisasi yang membedakan organisasi itu dengan yang lainnya. Dibutuhkannya budaya organisasi dalam pemahaman organisasi, karena budaya organisasi mempelajari tentang suatu perilaku yang khas sebagai identitas dari organisasi tersebut untuk mengembangkan kinerja para pelaku organisasi dalam pencapaian tujuan yang dinginkan.

A. KONSEP BUDAYA ORGANISASI
Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak terlepas dari ikatan budaya yang diciptakan. Ikatan budaya tercipta oleh masyarakat yang bersangkutan, baik dalam keluarga, organisasi, bisnis maupun bangsa. Budaya membedakan masyarakat satu dengan yang lain dalam cara berinteraksi dan bertindak menyelesaikan suatu pekerjaan. Budaya mengikat anggota kelompok masyarakat menjadi satu kesatuan pandangan yang menciptakan keseragaman berperilaku atau bertindak. Seiring dengan bergulirnya waktu, budaya pasti terbentuk dalam organisasi dan dapat pula dirasakan manfaatnya dalam memberi kontribusi bagi efektivitas organisasi secara keseluruhan.
Berikut ini dikemukakan beberapa pengertian budaya organisasi menurut beberapa ahli :
a. Menurut Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, Osborn (2001:391), budaya organisasi adalah sistem yang dipercayai dan nilai yang dikembangkan oleh organisasi dimana hal itu menuntun perilaku dari anggota organisasi itu sendiri.
b. Menurut Tosi, Rizzo, Carroll seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:263), budaya organisasi adalah cara-cara berpikir, berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi.
c. Menurut Robbins (1996:289), budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu.
d. Menurut Schein (1992:12), budaya organisasi adalah pola dasar yang diterima oleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah, membentuk karyawan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota organisasi. Untuk itu harus diajarkan kepada anggota termasuk anggota yang baru sebagai suatu cara yang benar dalam mengkaji, berpikir dan merasakan masalah yang dihadapi.
e. Menurut Cushway dan Lodge (GE : 2000), budaya organisasi merupakan sistem nilai organisasi dan akan mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan dan cara para karyawan berperilaku.

B. FUNGSI BUDAYA DALAM ORGANISASI
Menurut Robbins (1996 : 294), fungsi budaya organisasi sebagai berikut :
a. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.
b. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang.
d. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.
e. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.

C. UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS BUDAYA ORGANISASI
Inovasi dan keberanian mengambil risiko. Sejauh mana karyawan didorong untuk bersikap inovatif dan berani mengambil risiko.
Perhatian pada hal-hal rinci. Sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan presisi, analisis, d perhatian pada hal-hal detail.
Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
Orientasi orang. Sejauh mana keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang ada di dalam organisasi.
Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja di organisasi pada tim ketimbang pada indvidu-individu.
Keagresifan. Sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai.
Stabilitas. Sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo dalam perbandingannya denganpertumbuhan.

D. FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BUDAYA ORGANISASI
Menurut Tosi, Rizzo, Carrol seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:264), budaya organisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Pengaruh umum dari luar yang luas
Mencakup faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan atau hanya sedikit dapat dikendalikan oleh organisasi.
2. Pengaruh dari nilai-nilai yang ada di masyarakat
Keyakinan-keyakinan dn nilai-nilai yang dominan dari masyarakat luas misalnya kesopansantunan dan kebersihan.
3. Faktor-faktor yang spesifik dari organisasi
Organisasi selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam mengatasi baik masalah eksternal maupun internal organisasi akan mendapatkan penyelesaian-penyelesaian yang berhasil. Keberhasilan mengatasi berbagai masalah tersebut merupakan dasar bagi tumbuhnya budaya organisasi.

E. PROSES PEMBENTUKAN BUDAYA ORGANISASI
Selanjutnya, kita akan membicarakan tentang proses terbentuknya budaya dalam organisasi. Munculnya gagasan-gagasan atau jalan keluar yang kemudian tertanam dalam suatu budaya dalam organisasi bisa bermula dari mana pun, dari perorangan atau kelompok, dari tingkat bawah atau puncak. Taliziduhu Ndraha (1997) menginventarisir sumber-sumber pembentuk budaya organisasi, diantaranya : (1) pendiri organisasi; (2) pemilik organisasi; (3) Sumber daya manusia asing; (4) luar organisasi; (4) orang yang berkepentingan dengan organisasi (stake holder); dan (6) masyarakat. Selanjutnya dikemukakan pula bahwa proses budaya dapat terjadi dengan cara: (1) kontak budaya; (2) benturan budaya; dan (3) penggalian budaya. Pembentukan budaya tidak dapat dilakukan dalam waktu yang sekejap, namun memerlukan waktu dan bahkan biaya yang tidak sedikit untuk dapat menerima nilai-nilai baru dalam organisasi.

F. BUDAYA ORGANISASI DAN KINERJA
Budaya Organisasi berfungsi sebagai perkat, pemersatu,
identitas, citra, motivator bagi seluruh staff dan orang-orang yg ada di dalamnya. Selanjutnya, sistem nilai tersebut diwariskan kepada generasi
berikutnya, dan dapat dijadikan acuan prilaku manusia dalam organisasi yang berorientasi pada pencapaian tujuan atau hasil/target kinerja yang ditetapkan.

SUMBER REFERENSI :
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/04/teori-budaya-organisasi.html
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/27/budaya-organisasi-di-sekolah/
http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya
http://cokroaminoto.wordpress.com/2008/06/10/budaya-organisasi-dalam-peningkatan-kinerja-3/

PENGEMBANGAN ORGANISASI DAN ORGANISASI YANG SEHAT


Pengembangan organisasi merupakan perubahan – perubahan yang terjadi dalam organisasi melalui upaya perbaikan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Organisasi yang sehat merupakan suatu suasana yang akan membangkitkan motivasi para pekerjanya dan itu akan meningkatkan kinerja dalam organisasi tersebut. Dibutuhkan strategi dan kreatifitas para pelaku organisasi untuk mengembangkan organisasi tersebut sesuai dengan pencapaian tujuan yang ingin di capai. Karena zaman semakin berkembang, maka organisasi pun harus mengikuti zaman agar mampu mencapai tujuan tersebut dengan efektif dan efisien.

A. PERLUNYA PENGEMBANGAN ORGANISASI
Pengembangan Organisasi lebih dikenal dengan organization development (OD). Pengertian pokok pengembangan organisasi adalah perubahan yang terencana (planned change). Perubahan, dalam bentuk pembaruan organisasi dan modernisasi, terus- menerus terjadi dan mempunyai pengaruh yang sangat dominan dalam masyarakat kini. Organisasi beserta warganya, yang membentuk masyakat modern, harus beradaptasi terhadap arus perubahan ini. Perubahan- perubahan yang terjadi pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam empat kategori, yaitu:
perkembangan teknologi,
perkembangan produk,
ledakan ilmu pengetahuan dan jasa,
perubahan sosial yang mempengaruhi perilaku, gaya hidup, nilai- nilai dan harapan tiap orang.

Untuk dapat bertahan, organisasi harus mampu mengarahkan warganya agar dapat beradaptasi dengan baik dan bahkan agar mampu memanfaatkan dampak positif dari berbagai pembaruan tersebut dengan pengembangan diri dan pengembangan organisasi. Proses mengarahkan warga organisasi dalam mengembangkan diri menghadapi perubahan inilah yang dikenal luas sebagai proses pengembangan organisasi/ organization development (OD).

B. PENGERTIAN PENGEMBANGAN ORGANISASI

Pengembangan organisasi didefinisikan sebagai upaya pimpinan yang terencana dalam meningkatkan efektivitas organisasi, dengan menggunakan cara intervensi (oleh pihak ketiga) yang didasarkan pada pendekatan perilaku manusia.

Pengembangan organisai menurut para ahli :
a. Warren G. Bennis
Pengembangan organisasi adalah suatu jawaban terhadap pereubahan, suatu strategi pendidikan yang kompleks yang diharapkan untk merubah kepercayaan, sikap, nilai, dan susunan organisasi, sehingga organisasi dapat lebih baik dalam menyesuaikan dengan teknologi, pasar dan tantangan yang baru serta perputaran yang cepat dari perubahan itu sendiri.

b. Richard Beckhard
Pengembangan organisasi adalah suatu usaha berencana, meliputi organisasi keseluruhan, diurus dari atas meningkatkat efektivitas organisasi melalui pendekatan berencana dengan proses organisasi, dengan memakai pengetahuan ilmu perilaku.

C. PENGEMBANGAN ORGANISASI DAN PENGEMBANGAN KEPEMIMPINAN
Manusia sebagai anggota dan pemimpin kelompok. Organisasi yang menerapkan pengembangan organisasi harus berasumsi bahwa setiap orang dapat diterima dan diakui perannya oleh kelompok kerjanya. Dalam organisasi perlu ditumbuhkan keterbukaan agar para anggotanya dapat dengan leluasa mengungkapkan perasaannya dan pikirannya. Dalam keterbukaan , orang akan mendapatkan kepuasaan kerja yang lebih tinggi, sehingga dengan demikian performansi kelompok akan lebih efektif.
Oleh karena itu untuk mendukung keberhasilan pembangunan suatu etika perilaku dalam pengembangan organisasi yang akan mendukung secara efektif penerapan nilai- nilai budaya kerja, sangat erat hubungan dengan hal- hal atau faktor- faktor penentu keberhasilannya yang saling terkait satu dengan yang lainnya sebagai berikut :

1. Komitmen dari Top Manajemen Dalam Organisasi
2. Membangun Lingkungan Organisasi Yang Kondusif
3. Menciptakan Saluran Komunikasi Yang Efektif
4. Penegakan kedisiplinan

D. PENGEMBANGAN ORGANISASI DAN PENGEMBANGAN LATIHAN
Walaupun masih menjadi suatu kemunculan profesi, sebagian besar profesional PO memiliki pelatihan khusus didalam PO, terbentang dari kursus- kursus jangka pendek dan workshop- workshop, serta pendidikan master dan doktor. Tidak ada jalur karir tunggal, namun demikian konsultan internal sering digunakan sebagai batu loncatan untuk menjadi konsultan eksternal.
Pelatihan ini sebaiknya secara ekplisit dapat mengadopsi harapan-harapan dari seluruh pegawai menyangkut :
Kewajiban- kewajiban mengkomunikasikan masalah- masalah tertentu yang dijumpai.
Membuat Daftar jenis- jenis masalah, termasuk kecurangan yang terjadi atau yang dicurigai untuk dikomunikasikan secara jelas dan spesifik; dan
Informasi bagaimana mengkomunikasikan masalah2 tersebut. Dan juga sebaiknya ada kepastian dari Manajemen Senior mengenai harapan-harapan pegawai dan tanggung jawab2 komunikasi tersebut. Pelatihan semacam itu sebaiknya meliputi suatu elemen “Sadar akan adanya Kecurangan (“fraud awareness”) yang positif tapi tidak ditekankan pada bahwa kecurangan dapat menjadi mahal bagi entitas dan para pegawainya.

E. PENGEMBANGAN ORGANISASI DAN PENELITIAN OPERASI
Issue-issue yang berkaitan dengan etika di dalam pengembangan organisasi melibatkan bagaimana para praktisi melaksanakan peran bantuan mereka dengan klien. Para praktisi ini merupakan bagian dari objek/orang-orang yang terlibat dalam penelitian operasi. Pengembangan organisasi senantiasa menunjukkan perhatiannya terhadap pelaksanaan yang berkaitan dengan etika para praktisi, dan pada akhir-akhir ini sebuah kode yang berkaitan dengan etika untuk praktek pengembangan organisasi telah dikembangkan oleh berbagai macam asosiasi profesional di dalam pengembangan organisasi. Issu-issu yang berkaitan dengan etika di dalam pengembangan organisasi cenderung untuk muncul di sekitar issu-issu berikut ini, seperti : pemilihan intervensi, menggunakan informasi, menahan servis, ketergantungan klien, pemilihan partisipasi, dan memanipulasi klien.

F. KREATIVITAS DALAM PENGEMBANGAN ORGANISASI

Pada kreasi yang dimaksudkan disini adalah pengetahuan baru yang diciptakan melalui sejumlah proses yang berbeda tingkatan dari inovasi terhadap penelitian yang telita dan eloborasi. Hal tersebut dapat juga melalui kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan yang baru dan kombinasi dari unsur- unsur pengetahuan yang diketahui melalui kompleksitas induksi yang beralasan.

Kreativitas individu
Pada kreativitas individu membutuhkan kekuatan mental sebagai unsur yang sangat menentukan dalam membangkitkan semangat. Dengan semangat dapat tumbuh dan berkembang akan ditentukan oleh kebiasaan dalam mengaktualisasikan berpikir ke arah yang positif.

Kreativitas kelompok
Pada kreativitas kelompok sudah tentu akan menjadi lebih baik dari cetusan wawasan dan imajinasi sbagai individu karena kita akan mendapatkan sumber pemikiran yang diciptakan oleh kekuatan pikiran dari kelompok.
Dalam praktek kerja kelompok harus kita bdakan dengan kerja tim karena kerja kelompok adalah kumpulan beberapa individu yang berkumpul berdasarkan persamaan ciri- ciri atau kepentingan yang didorong kemampuan individu yang dapat bekerjasama untuk mendorong mental individu, melahirkan ide/ gagasan lebih banyak serta individu lebih dekat dalam berkomunikasi. Sedangkan kerja tim adalah jenis khas kelompok kerja tim yang harus diorganisasikan dan dikelola secara berbeda denjis kelompok kerja lainnya.
Inovasi organisasi
Pada inovasi organisasi yang sukses haruslah didukung dan digerakkan oleh kepemimpinan puncak, yang memiliki tujuan tertentu dan dihasilkan dari analisa, sistem dan kerja keras tim kerja kelompok sebagai satu proses dua langkah artinya pertama inovasi itu sendiri, kedua suatu usaha yang berisiko tinggi untuk mengubah penemuan menjadi suatu produk atau proses yang berpotensi komersil.
Oleh karena itu, pelaksanaannya harus mengikuti prinsip keharusan bahwa:
1) harus memiliki tujuan dalam memaksimumkan peluang;
2) inovator yang terlibat memiliki kemampuan;
3) kerja yang jelas, sederhana, dan terfokuskan agar semua alokasi sumber dana digerakkan menjadi efesien dan efektif;
4) inovasi kelompok menjadi inovasi organisasi;
5) adanya kesinambungan aktivitas berdasarkan orientasi kepemimpinannya bukan semata-mata laba.
Pengambilan keputusan
Pada proses pengambilan keputusan kita memanfaatkan proses berpikir kedalam dua lingkungan yang disebut lingkungan alam sadar (kesadaran/ otak atas kanan; kecerdasan/ otak atas kiri) dan alam bawah sadar atau otak bawah sadar yang berpusat di hati.
Dengan otak bawah sadar yang kita sebut dengan akal menjadi hasil kerja hati dengan penghayatan yang juga kita sebut dengan intuisi sehingga dalam proses berpikir dimana dengan akal itu akan menunjukkan dimana letak bahaya, bagaimana ia dapat dihindarkan, selanjutnya menunjukkan jalan dan cara-cara mencapai tujuan.



G. STRATEGI- STRATEGI DALAM PENGEMBANGAN ORGANISASI
Teknik pengembangan oraganisasi pada hakekatnya adalah strategi interfensi yang dapat dipergunakan untuk mengatasi dan memecahkan masalah yang dihadapi oleh organisasi atau di dalam melakukan perubahan-perubahan. Sampai sekarang cukup banyak teknik pengembangan organisasi yang telah dikembangkan oleh para pakar. Di antara teknik-teknik tersebut adalah sebagai berikut:
1. Latihan Kepekaan (sensitivity taining); Merupakan teknik pengembangan yang pertama diperkenalkan dan ayang dahulu paling sering digunakan. Teknik ini sering disebut juga T-group. Dalam kelompok kelomok T (singkatan training) yang masing masing terdiri atas 6 – 10 peserta, pemimpin kelompok (terlatih) membimbing peserta meningkatkan kepekaan (sensitivity) terhadap orang lain, serta ketrampilan dalam hubunga antar-pribadi.
2. Kisi Pengembangan Organisas; Pendekatan grip pada pengembangan organisasi di dasarkan pada konsep managerial grip yang diperkenalkan oleh Robert Blake dan Jane Mouton. Konsep ini mengevaluasi gaya kepemimpinan mereka yang kurang efektif menjadi gaya kepemimpinan yang ideal, yang berorientasi maksimum pada aspek manusia maupun aspek produksi.
3. Survai Umpan Balik; Tiap peserta diminta menjawab kuesioner yang dimaksud untuk mengukur persepsi serta sikap mereka (misalnya persepsi tentang kepuasan kerja dan gaya kepemimpinan mereka). Hasil surveini diumpan balikkan pada setiap peserta, termasuk pada para penyelia dan manajer yang terlibat. Kegiatan ini kemudian dilanjutkan dengan kuliah atau lokakarya yang mengevaluasi hasil keseluruhan dan mengusulkan perbaikan perbaikan konstruktif.
4. Konsultasi Proses; Dalam Process consultation, konsultan pengembangan organisasi mengamati komunikasi, pola pengambilan keputusan, gaya kepemimpinan, metode kerjasama, dan pemecahan konflik dalam tiap unit organisasi. Konsultan kemudian memberikan umpan balik pada semua pihak yang terlibat tentang proses yang telah diamatinya, serta menganjurkan tindakan koreksi.
5. Pembentukan Tim; Adalah pendekatan yang bertujuan memperdalam efektivitas serta kepuasaan tiap individu dalam kelompok kerjanya atau tim. Teknik tim building sangat membantu meningkatkan kerjasama dalam tim yang menangani proyek dan organisasinya bersifat matriks.
6. Transcational Analysis (TA); TA berkonsentrasi pada gaya komunikasi antar-individu. TA mengajarkan cara menyampaikan pesan yang jelas dan bertanggung jawab, serta cara menjawab yang wajar dan menyenangkan. TA dimaksudkan untuk mengurangi kebiasaan komunikasi yang buruk dan menyesatkan.
7. Intergroup Activities; Fokus dalam teknik intergroup activities adalah peningkatan hubungan baik antar-kelompok.Ketergantungan antar kelompok , yang membentuk kesatuan organisasi, menimbulkan banyak masalah dalam koordinasi. Intergroup activities dirancang untuk meningkatkan kerjasama atau memecahkan konflik yang mungkin timbul akibat saling ketergantungan tersebut.
8. Third-party Peacemaking;Dalam menerapkan teknik ini, konsultan pengembangan organisasi berperan sebagai pihak ketiga yang memanfaatkan berbagai cara menengahi sengketa, serta berbagai teknik negosiasi untuk memecahkan persoalan atau konflik antar-individu dan kelompok.

SUMBER REFERENSI :

http://www.bpkp.go.id/ivestigasi/kultur
http://hasbulloh.multiply.com/journal/item/13/
http://indosdm.com/
http://basuki1.ganeca.net/index.php/
http://ariefmuhammad.blogspot.com/2007/09/
http://incredible7.wordpress.com/2008/06/06/
http://organisasiatr.wordpress.com/
http://lukmancoroners.blogspot.com/2010/06/pengertian-pengembangan-organisasi.html
http://zizer.wordpress.com/2009/11/26/pengembangan-organisasi/

KUALITAS KEHIDUPAN KERJA DAN KINERJA


Kualitas kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Kinerja karyawan yang meningkat, akan berpengaruh terhadap kualitas kehidupan kerja dalam organisasi meningkat juga. Kualitas kehidupan kerja bisa terwujud apabila para pelaku organisasi mampu memahami karakteristik tiap individu – individunya dan dapat meningkatkan proses pekerjaannya untuk lebih baik. Dengan adanya moral, maka tiap individu mempunyai kualitas kinerja yang baik. Karyawan yang bermoral tinggi pasti akan berpengaruh terhadap organisasinya, dan akan mempunyai perilaku yang baik.
A. KONSEP KUALITAS KEHIDUPAN KERJA
  Kualitas kehidupan kerja adalah kinerja yang ditunjukan oleh ukuran tentang bagaimana warga organisasi merasakan hal – hal seperti; pekerjaanya, kemanfaatannya, kondisi kerjanya, kesan anak buah terhadapap pimpinannya, peluang untuk maju, pengembangan, kepastian, dan imbal jasanya. Menurut Dr. Bennet Silalahi mengistilahkan kinerja dengan istilah “unjuk kerja” yang dapat diartikan sebagai “nilai perilaku seorang karyawan terhadap peranan(function), kegiatan (activities) dan tugas yang dituntut oleh persyaratan jabatan atau bisa diartikan perbandingan luaran dengan perilaku kerja dalam kegiatan kerjanya.
B. JOB ENRICHMENT DAN JOB ENLARGEMENT
Job Enlargement adalah memperluas isi pekerjaan secara horisontal, mengurangi spesialisasi. Motivasi melalui job enlargement adalah memberikan tugas dan tanggung jawab lebih besar pada karyawan. Namun ini dalam bentuk kuantitas. Misalnya, seorang tenaga telemarketing, diminta untuk melakukan panggilan lebih banyak lagi.
Job Enrichment hampir sama dengan job enlargement. Hanya bedanya, jika job enlargement menambah dalam kuantitas, maka job enrichment menambah pekerjaan dalam hal kualitas, atau kompleksitasnya. Misalnya, seorang teknisi yang biasanya menangani mesin, kemudian ditugaskan untuk menangani mesin baru yang lebih kompleks.
Dengan demikian, “Job Enrichment” dan “Job Enlargement” merupakan teknik untuk mengembalikan energi karyawan yang surut oleh kebosanan sehingga dengan adanya “Job Enrichment” dan “Job Enlargement” ini diharapkan karyawan bisa bekerja lebih optimal dan akan mencapai kualitas kehidupan kerja yang baik.
C. KUALITAS KEHIDUPAN KERJA DAN KINERJA
Kualitas kehidupan kerja dalam organisasi sangat bergantung pada kinerja para anggotanya. Apabila kinerja yang diciptakan oleh anggota organisasi adalah kinerja yang baik dan memuaskan, maka kualitas kerja yang diciptakan organisasi akan baik dan memuaskan pula, begitupun sebaliknya. Menurut Bernardin dan Russel ( 1993 : 379 ) “ A way of measuring the contribution of individuals to their organization “.
Penilaian kinerja adalah cara mengukur konstribusi individu ( karyawan) kepada organisasi tempat mereka bekerja. Melalui penilaian inilah dapat diketahui kondisi sebenarnya tentang bagaimana kinerja karyawan. Apabila terdapat penyimpangan didalam kinerja karyawan dalam artian tidak tercapainya efektifitas penyelesaian tugas/pekerjaannya, maka perlu diadakannya perbaikan. Dengan adanya perbaikan ini akan dapat menciptakan kinerja yang baik dan secara otomatis akan menciptakan kualitas kehidupan kerja yang baik pula didalam organisasi.
Kualitas kehidupan kerja dan kinerja merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Kualitas kehidupan kerja dapat terwujud apabila kinerja yang dihasilkan karyawan/pekerja dalam organisasi/perusahaan mencapai pada tahap efektivitas. Dengan demikian, kualitas kehidupam kerja dapat didefinisikan sebagai hasil maksimal yang dicapai organisasi didalam menyelesaikan berbagai tugas/pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya dimana hasil maksimal tersebut dapat dirasakan puas oleh pihak-pihak intern maupun ekstern organisasi.
  Oleh karena itu, untuk memahami perilaku dan tingkah laku individu dalam upaya peningkatan kinerja yang pada akhirnya akan berdampak positif bagi kelangsungan hidup organisasi, maka didalam kajian ilmu perilaku organisasi diperlukan pemahaman kajian tentang kualitas kehidupan kerja dan kinerja sehingga efektivitas tujuan organisasi dapat tercapai secara maksimal.

D. PENGERTIAN MORAL KERJA

Istilah moral digunakan untuk menerangkan perilaku organisasi. Drafke & Kossen (1998) mendefinisikan: moral kerja mengacu pada sikap-sikap karyawan baik terhadap organisasi-organisasi yang mempekerjakan mereka, maupun terhadap faktor-faktor pekerjaan yang khas, seperti supervisi, sesama karyawan, dan rangsangan-rangsangan keuangan. Ini dapat dianggap berasal baik dari individu maupun kelompok yang merupakan bagian dimana karyawan berada. William B. & Keith Davis (1993) menghubungakan moral kerja dengan quality of work life effort. Menurutnya, moral kerja bermanfaat dan dapat digunakan untuk berbagai kepentingan yang erat kaitannya dengan usaha membina relasi antar karyawan, komunikasi informal dan formal, pembentukan disiplin serta konseling.

E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MORAL
1. Kesadaran akan tujuan organisasi
2. Hubungan antar-manusia dalam organisasi berjalan harmonis
3. Kepemimpinan yang menyenangkan
4. Tingkatan organisasi
5. Upah dan gaji
6. Kesempatan untuk meningkat atau promosi
7. Pembagian tugas dan tanggung jawab
8. Perasaan diterima dalam kelompok
9. Dinamika lingkungan
10. Kepribadian
F. MORAL DAN PRODUKTIVITAS

Harris (1984) menjelaskan bahwa semenjak moral dilibatkan kedalam sikap-sikap karyawan, adalah penting untuk meninjau akibat dari moral tinggi (dipersepsi dengan kepuasan tinggi) dan moral rendah (persepsi kepuasan rendah). Satu dari efek atau pengaruh yang tidak dapat diramalkan dari moral adalah dampak pada produktivitas karyawan. Berbagai penelitian yang dilakukan oleh Kazt dan Vroom memperlihatkan tidak ada hubungan yang konsisten antara tingkat moral kerja yang spesifik dengan kinerja produktif karyawan. Kadang-kadang produktivitas tinggi dan moral juga tinggi, tetapi di lain waktu produktivitas rendah meskipun moral kerja tinggi dan sebaliknya.
Selanjutnya Harris mengatakan bahwa kemungkinan gejala hubungan antara produktivitas dengan tingkat moral harus dipertimbangkan dari tiga persepsi yang mempengaruhi tingkat moral seperti yang telah disebutkan di atas, yaitu (1) persepsi karyawan terhadap keadaan organisasi yang tidak dapat dikendalikannya, seperti pengawasan, kerja sama dengan rekan sekerja, dan kebijakan organisasi terhadap pekerja. Bila faktor tersebut dipandang menyenangkan bagi karyawan, moral kerja akan cenderung tinggi (2) persepsi karyawan terhadap tingkat kepuasan yang diperoleh dari imbalan yang diterima (3) persepsi karyawan terhadap kemungkinan untuk mendapatkan imbalan dan masa depan serta kesempatan untuk maju.


Sumber Referensi :
http://www.portalhr.com/tips/2id19.html
http://www.jurnal-kopertis4.tripod.com/8-02.html
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/04/hubungan-moral-kerja-dan-produktivitas.html
http://agungpia.multiply.com/journal/item/65/Moral_Kerja
http://nonagreenhouse.blogspot.com/

MANAJEMEN STRES


Dalam perilaku organisasi, dibutuhkan suatu manajemen stress untuk menghadapi tuntutan yang berlebihan. Tujuan manajemen stress untuk meningkatkan kualitas hidup menjadi lebih baik lagi dari pada sebelumnya. Manajemen stress akan menganalisa pengaruh stress pada kinerja dan kemampuan berpikir seseorang.
A.    KONSEP STRESS
Stress adalah suatu ketidakseimbangan diri/ jiwa dan realitas kehidupan setiap hari yang tidak dapat dihindari perubahan yang memerlukan penyesuaian. Sering dianggap sebagai kejadian atau perubahan negatif yang dapat menimbulkan stress, seperti cedera, sakit atau kematian orang yang dicintai, putus cinta. Perubahan positif juga dapat menimbulkan stress, seperti naik pangkat, perkawinan, jatuh cinta.
Menilik dari pengertian stress sendiri, maka berbagai pengertian manajemen stress pun diungkap sebagai berikut:
Manajemen stres adalah kemampuan untuk mengendalikan diri ketika situasi, orang-orang, dan kejadian-kejadian yang ada memeberi tuntutan yang berlebihan.
B.     MEKANISME STRESS
Stress baru nyata dirasakan apabila keseimbangan diri terganggu. Artinya kita baru mengalami highlight manakala kita mempresepsi tekanan dari stressor melebihi daya tahan yang kita punya untuk menghadapi tekanan tersebut. Jadi selama kita memandang diri kita masih bisa menahan tekanan tersebut, (yang kita presepsi lebih ringan dari kemampuan kita menahan) maka tekanan highlight belum nyata. Akan tetapi apabila tekanan tersebut bertambah besar (dari stressor yang sama atau dari stressor lain secara bersamaan) tekanan menjadi nyata, kita kewalahan dan merasakan stress.
Selama pikiran tidak menghentikan pengiriman tanda bahaya ke otak, mekanisme Stress ini berjalan terus. Belakangan ini sejumlah penelitian paduan bidang psikologi dan syaraf (Goleman, 2007) menemukan bahwa otak manusia memiliki banyak neuron counterpart yang bekerja otonom menangkap vigilance pada saat kita ber- interaksi sosial, kemudian membangun (set-up) sistem sirkuit yang sesuai dengan bacaannya. Dengan perkataan lain, meskipun secara mental kita bisa melakukan adjustment, tubuh secara otonom melakukan mekanisme pertahanan atau perlindungan sesuai bacaan neuron mirror.
C.    KATEGORI STRESS
Apabila ditinjau dari penyebab stres, menurut Sri Kusmiati dan Desminiarti (1990), dapat digolongkan sebagai berikut :
a.    Stres fisik, disebabkan oleh suhu atau temperatur yang terlalu tinggi atau rendah, suara amat bising, sinar yang terlalu terang, atau tersengat arus listrik.
b.    Stres kimiawi, disebabkan oleh asam-basa kuat, obat-obatan, zat beracun, hormone, atau gas.
c.    Stres mikrobiologik, disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang menimbulkan penyakit.
d.    Stres fisiologik, disebabkan oleh gangguan struktur, fungsi jaringan, organ, atau sistemik sehingga menimbulkan fungsi tubuh tidak normal.
e.    Stres proses pertumbuhan dan perkembangan, disebabkan oleh gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada masa bayi hingga tua.
f.    Stres psikis/ emosional, disebabkan oleh gangguan hubungan interpersonal, sosial, budaya, atau keagamaan.
D.    REAKSI- REAKSI TERHADAP STRESS
Reaksi Psikologis terhadap stress
a. Kecemasan
Respon yang paling umum Merupakan tanda bahaya yang menyatakan diri dengan suatu penghayatan yang khas, yang sukar digambarkan Adalah emosi yang tidak menyenangkan à istilah “kuatir,” “tegang,” “prihatin,” “takut”fisik à jantung berdebar, keluar keringat dingin, mulut kering, tekanan darah tinggi dan susah tidur
b. Kemarahan dan agresi
Adalah perasaan jengkel sebagai respon terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman.Merupakan reaksi umum lain terhadap situasi stress yang mungkin dapat menyebabkan agresi, Agresi ialah kemarahan yang meluap-luap, dan orang melakukan serangan secara kasar dengan jalan yang tidak wajar.Kadang-kadang disertai perilaku kegilaan, tindak sadis dan usaha membunuh orang
c. Depresi Keadaan yang ditandai dengan hilangnya gairah dan semangat. Terkadang disertai rasa sedih.
E.     STRATEGI PENANGANAN STRESS
Kiat untuk mengendalikan stres menurut Grant Brecht (2000) sebagai berikut :
a.    Sikap, keyakinan dan pikiran kita harus positif, fleksibel, Rasional, dan adaptif terhadap orang lain. Artinya, jangan terlebih Dahulu menyalahkan orang lain sebelum introspeksi diri dengan pengendalian internal.
b.    Kendalikan faktor-faktor penyebab stres dengan jalan :
1). Kemampuan menyadari (awareness skills)
2). Kemampuan untuk menerima (acceptance skills)
3). Kemampuan untuk menghadapi (coping skills)
4). Kemampuan untuk bertindak (action skills)
c.    Perhatikan diri anda, proses interpersonal dan interaktif, serta lingkungan anda.
d.    Kembangkan sikap efisien.
e.    Relaksasi
f.    Visualisasi (angan-angan terarah)
Teknik singkat untuk menghilangkan stres, misalnya melakukan pernafasan dalam, mandi santai dalam bak, tertawa, pijat, membaca, kecanduan positif (melakukan yang disukai secara teratur), istirahat teratur dan ngobrol.
F.     STESS DAN KINERJA
Stress mempengaruhi kesejahteraan emosional dalam berbagai cara. Karena kepribadian individual mencakup hubungan yang kompleks di antara banyak faktor, maka reaksi terhadap stress yang berkepanjangan ditetapkan dengan memeriksa gaya hidup dan stresor klien yang terakhir, pengalaman terdahulu dengan stressor, mekanisme koping yang berhasil di masa lalu, fungsi peran, konsep diri dan ketabahan yang merupakan kombinasi dari tiga karakteristik kepribadian yang di duga menjadi media terhadap stress. Ketiga karakteristik ini adalah rasa kontrol terhadap peristiwa kehidupan, komitmen terhadap aktivitas yang berhasil, dan antisipasi dari tantangan sebagai suatu kesempatan untuk pertumbuhan (Wiebe dan Williams, 1992 ; Tarstasky, 1993).
Dalam dunia kerja, sering timbul (muncul) berbagai masalah sehubungan dengan stres dan kondisi-kondisi yang dapat memicu terjadinya stres. Baik disadari maupun tidak, pekerjaan seseorang menimbulkan stres pada dirinya. Hal ini pasti akan tampak dalam kurun waktu yang panjang, karena memang manusia setiap harinya berkecimpung di tempat kerjanya lebih dari sepertiga kali waktunya.
Stres kerja sering menimbulkan masalah bagi tenaga kerja, baik pada kelompok eksekutif (white collar workers) maupun kelompok pekerja biasa (blue collar workers). Stres kerja dapat mengganggu kesehatan tenaga kerja, baik fisik maupun emosional. Hal itu juga didukung oleh Sullivan dan Bhagat (1992) dalam studi mereka mengenai stres kerja (yang diukur dengan role ambiguity, role conflict, dan role overload) dan kinerja, pada umumnya ditemukan bahwa stres kerja berhubungan secara negatif dengan kinerja.
Stres mempunyai posisi yang penting dalam kaitannya dengan produktivitas sumberdaya manusia, dana dan materi. Selain dipengaruhi oleh faktor-faktor yang ada dalam diri individu, stres juga dipengaruhi oleh faktor-faktor dari organisasi dan lingkungan. Tenaga kerja merupakan salah satu aset perusahaan yang paling utama, oleh karena itu perlu dibina secara baik. Stres pada karyawan sebagai salah satu akibat dari bekerja perlu dikondisikan pada posisi yang tepat agar kinerja mereka juga pada posisi yang diharapkan.

Sumber Referensi :
http://andaners.wordpress.com/2009/04/21/konsep-cemas-stress-dan-adaptasi/


KONFLIK DALAM ORGANISASI


Konflik merupakan suatu pertentangan antara pihak – pihak yang saling memandang satu sama lainnya sebagai pengganggu tercapainya suatu tujuan yang ingin dicapai. Di dalam perusahaan/organisasi, pemimpin harus mampu menangani masalah dan konflik yang terjadi dalam organisasi yang ia pimpin. Ia harus mengetahui apa saja konflik yang timbul, baik antar individu, kelompok atau organisasi yang lainnya. Munculnya konflik akan berdampak positif dan negatifnya. Jadi perilaku organisasi mempelajari tetang betapa pentingnya konflik dalam organisasi.

A. HAKIKAT KONFLIK ORGANISASI
Konflik diyakini sebagai suatu fakta utama dalam masyarakat, baik itu masyarakat agraris maupun masyarakat modern. Konflik lebih banyak difahami sebagai keadaan tidak berfungsinya, komponen-komponen masyarakat sebagaimana mestinya atau gejala penyakit dalam masyarakat yang terintegrasi secara tidak sempurna. Tetapi, secara empiris, tidak diakui karena, orang lebih memilih stabilitas sebagai hakikat masyarakat.
Sebaliknya konfik  mempunyai fungsi-fungsi positif, salah satunya ialah mengurangi ketegangan tersebut tidak bertambah dan menimbulkan kekerasan yang memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan.
Pengertian konflik
Robbins (1996) dalam "Organization Behavior" menjelaskan bahwa konflik adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif.
Sedang menurut Luthans (1981) konflik adalah kondisi yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan yang saling bertentengan. Kekuatan-kekuatan ini bersumber pada keinginan manusia. Istilah konflik sendiri diterjemahkan dalam beberapa istilah yaitu perbedaan pendapat, persaingan dan permusuhan.
Konflik menjadi tidak sehat jika dihindari atau ditangani dengan dasar menang atau kalah (hanya satu pihak yang menang). Akibatnya terjadi permusuhan. Kecenderungan membela pihak tertentu timbul, maka akibatnya produktivitas sedikit demi sedikit berkurang akhirnya lenyap sama sekali. Situasi ini biasanya sulit atau bahkan tidak mungkin diperbaiki.
Konflik menjadi sehat ketika pihak-pihak yang terlibat menjajaki ide-ide baru, menguji posisi dan keyakinan mereka serta konstruktif, orang-orang yang di rangsang untuk lebih kreatif, sehingga menuju ke arah pilihan tindakan yang lebih luas dan hasil yang lebih baik.
Macam-Macam Konflik
1) konflik individu dengan individu
Konflik semacam ini dapat terjadi antara individu pimpinan dengan individu pimpinan dari berbagai tingkatan. Individu pimpinan dengan individu karyawan maupun antara inbdividu karyawan dengan individu karyawan lainnya.
2) konflik individu dengan kelompok
Konflik semacam ini dapat terjadi antara individu pimpinan dengan kelompok ataupun antara individu karyawan dengan kempok pimpinan.
3) konflik kelompok dengan kelompok
Ini bisa terjadi antara kelompok pimpinan dengan kelompok karyawan, kelompok pimpinan dengan kelompok pimpinan yang lain dalam berbagai tingkatan maupun antara kelompok karyawan dengan kelompok karyawan yang lain.
B. Bentuk- Bentuk Konflik Organisasi
Konflik yang terjadi dalam masyarakat atau dalam sebuah organisasi dapat bermanifestasi dalam berbagai bentuk atau cara :
Konflik antar bawahan di bagian yang sama dalam sebuah organisasi.
Konflik antara bawahan dan pimpinan di bagian yang sama dalam sebuah organisasi.
Konflik antar bawahan di bagian yang berbeda dalam sebuah organisasi.
Konflik antara pimpinan dan bawahan di bagian yang berbeda dalam sebuah organisasi.
Konflik antar pimpinan bagian yang berbeda dalam sebuah organisasi.

C. Pendekatan- Pendekatan untuk Menangani Konflik Organisasi
(a)Pendekatan Pencegahan,
Meningkatkan partisipasi seluruh elemen pelaku organisasi khususnya subordinasi dalam perumusan kebijakan dan perencanaan perusahaan,
Melakukan sosialisasi dan internalisasi strategi dan kebijakan perusahaan,
Penyediaan sumberdaya yang dibutuhkan dalam proses produksi dan distribusi secara lengkap dan bersinambung,
Membangun struktur organisasi yang fleksibel dalam mengembangkan komunikasi dan koordinasi yang efektif serta dinamika kelompok,
Membangun suasana kekeluargaan dan kebersamaan secara psikologis.

(b) Pendekatan Penghindaran
Menarik diri secara ikhlas dari konflik sebelum datangnya konflik yang parah,
Setiap yang berkonflik siap menghilangkan keegoannya masing-masing,
Kesediaan membuka pintu maaf.

(c) Pendekatan Pemecahan konflik.
Yang berkonflik saling mengidentifikasi penyebab konflik secara terbuka,
Memperkecil perbedaan-perbedaan; sebaliknya menumbuhkan pemahaman bersama tentang kerugian adanya konflik yang berkepanjangan,
Mengembangkan tujuan dan kepentingan bersama di antara yang berkonflik,
Menggunakan peran mediator yang netral, obyektif, akhli, dan berpengalaman.

D. Konflik Organisasi dan Kinerja
Dalam sebuah organisasi khususnya organisasi besar, dalam hal pembagian kerja, sering menimbulkan konflik, antara unit kerja yang ada atau konflik antar organisasi. Timbulnya konflik ini dikarenakan adanya perbedaan tujuan antara satu pihak dengan pihak lain yang terlibat dalam konflik tersebut.
Oleh karena itu diperlukan kerjasama dan koordinasi antar struktur dalam organisasi atau antar organisasi sehingga dapat meminimalkan terjadinya perbedaan.
Ross (1993) mengemukakan ada dua sumber konflik yang terjadi dalam sebuah organisasi atau kelompok, adalah adanya unsur persaingan dan unsur kekuatan. Menurut teori struktur, konflik dipicu oleh sosial adanya persaingan antara pihak-pihak yang berkepentingan.Tindakan terhadap pihak lain dalam pemikiran teori struktur social akan menciptakan tantangan nyata untuk meningkatkan solidaritas dan respon kolektif dalam menghadapi lawan. Selanjutnya pihak-pihak tersebut melakukan konsolodasi secara sadar sehingga membentuk suatu kekuatan dalam menghadapi konflik tersebut.
Misalnya pekerja pada perusahaan menginginkan kebutuhan hidup mereka dapat dipenuhi oleh perusahaan sedang pemilik perusahaan mempunyai kepentingan lain untuk mengembangkan perusahaan perlu memperkuat posisi persaingan. Persaingan dapat diperkuat bila perusahaan mampu menguasai pasar. Penguasaan pasar bisa ditempuh antara lain dengan menekan harga dibawah harga perusahaan lain. Penekaanan harga hanya dimungkinkan bila menekan biaya produksi, penekanan biaya produksi bisa ditempuh diantaranya dengan menekan biaya tenaga kerja, sedangkan karyawan berkeinginan memperoleh gaji yang mencukupi. Perbedaan semacam ini sering kali diantara menjadi pemicu terjadinya konflik-konflik yang terjadi dalam kehidupan perusahaan, bila tidak ditangani secara serius akan menimbulkan dampak yang sangat berarti bagi usaha pencapaian tujuan perusahaan , salah satunya adalah rendahnya kinerja karyawan secara keseluruhan akan mempengaruhi produktifitas perusahaan Anoroga (1992: 101)
Akan tetapi tidak hanya itu saja yang ditimbulkan oleh konflik yang tidak ditangani secara tepat dan bijaksana, dapat pula berakibat langsung pada diri karyawan, karena mereka dalam keadaan suasana serba salah sehingga mengalami tekanan jiwa (stress).

MANAJEMEN KOMITMEN


PENDAHULUAN

Pemahan komitmen dalam organisasi sangatlah penting, karena akan berpengaruh terhadap kinerja para pkerjanya dan akan menciptakan suatu suasana yang kondusif. Komitmen seorang pekerja sangat penting untuk menumbuhkan rasa percaya diri akan kualitas yang ia kerjakan dan komitmen tersebut berpengaruh dalam perilaku seseorang untuk bekerja sesuai dengan yang telah ditugaskan.

A. PENGERTIAN KOMITMEN

Banyak para ahli mengemukakan arti dari komitmen terhadap organisasi. Armstrong (1991) menyatakan bahwa pengertian komitmen mempunyai ada 3 (tiga) area perasaan atau perilaku terkait dengan perusahaan tempat seseorang bekerja:
1. Kepercayaan, pada area ini seseorang melakukan penerimaan bahwa organisasi tempat bekerja atau tujuan-tujuan organisasi didalamnya merupakan sebuah nilai yang diyakini kebenarannya.
2. Keinginan untuk bekerja atau berusaha di dalam organisasi sebagai kontrak hidupnya. Pada konteks ini orang akan memberikan waktu, kesempatan dan kegiatan pribadinya untuk bekerja diorganisasi atau dikorbankan ke organisasi tanpa mengharapkan imbalan personal.
3. Keinginan untuk bertahan dan menjadi bagian dari organisasi.
Jadi pengertian komitmen lebih dari sekedar menjadi anggota saja, tetapi lebih dari itu orang akan bersedia untuk mengusahakan pada derajat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi, demi memperlancar mencapai tujuan organisasi.
Berdasarkan pada definisi di atas dapat dilihat bahwa komitmen organisasi itu dijelaskan melalui pada tataran afektif (Allen & Mayer, 1990 yang dikutip oleh Feinstein, 2004) yaitu kepercayaan dan penerimaan orang atas nilai dan tujuan organisasi, sehingga membuat orang itu untuk betah dan tetap ingin bertahan di organisasi. Pada sisi lain ternyata komitmen organisasi juga dapat dijelaskan pada tataran kontinuasi.

B. KOMITMEN DALAM PROFESI MENGAJAR
Menciptakan pendidikan berkualitas diperlukan keprofesionalitasan guru yang tinggi, dan untuk menciptakan guru yang profesional diperlukan adanya komitmen, rasa hormat dan kebanggaan dari para guru dan pengajar terhadap pekerjaannya yang menjadi pendorong untuk lebih baik dalam mengajar. Salah satu unsur pembentuk kompetensi professional guru adalah tingkat komitmennya terhadap profesi guru dan didukung oleh tingkat abstraksi atau kemampuan menggunakan nalar.
Sebaliknya, guru yang mempunyai tingkatan komitmen tinggi,ditandai oleh ciri-ciri sebagai berikut:
a. Perhatiannya terhadap siswa cukup tinggi.
b. Waktu dan tenaga yang dikeluarkan untuk melaksanakan tugasnya banyak.
c. Banyak bekerja untuk kepentingan orang lain.

C. UNSUR – UNSUR KOMITMEN
1. Identifikasi
Identifikasi, yang mewujud dalam bentuk kepercayaan pegawai terhadap organisasi, dapat dilakukan dengan memodifikasi tujuan organisasi, sehingga mencakup beberapa tujuan pribadi para pegawai ataupun dengan kata lain organisasi memasukkan pula kebutuhan dan keinginan pegawai dalam tujuan organisasinya. Hal ini akan membuahkan suasana saling mendukung diantara para pegawai dengan organisasi. Lebih lanjut, suasana tersebut akan membawa pegawai dengan rela menyumbangkan sesuatu bagi tercapainya tujuan organisasi, karena pegawai menerima tujuan organisasi yang dipercayai telah disusun demi memenuhi kebutuhan pribadi mereka pula (Pareek, 1994 : 113).
2. Keterlibatan
Keterlibatan atau partisipasi pegawai dalam aktivitas-aktivitas kerja penting untuk diperhatikan karena adanya keterlibatan pegawai menyebabkab mereka akan mau dan senang bekerja sama baik dengan pimpinan ataupun dengan sesama teman kerja. Salah satu cara yang dapat dipakai untuk memancing keterlibatan pegawai adalah dengan memancing partisipasi mereka dalam berbagai kesempatan pembuatan keputusan, yang dapat menumbuhkan keyakinan pada pegawai bahwa apa yang telah diputuskan adalah merupakan keputusan bersama. Disamping itu, dengan melakukan hal tersebut maka pegawai merasakan bahwa mereka diterima sebagai bagian yang utuh dari organisasi, dan konsekuensi lebih lanjut, mereka merasa wajib untuk melaksanakan bersama apa yang telah diputuskan karena adanya rasa keterikatan dengan apa yang mereka ciptakan (Sutarto, 1989 :79). Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat kehadiran mereka yang memiliki rasa keterlibatan tinggi umumnya tinggi pula (Steer, 1985).
3. Loyalitas
Loyalitas pegawai terhadap organisasi memiliki makna kesediaan seseorang untuk melanggengkan hubungannya dengan organisasi, kalau perlu dengan mengorbankan kepentingan pribadinya tanpa mengharapkan apapun (Wignyo-soebroto, 1987). Kesediaan pegawai untuk mempertahankan diri bekerja dalam organisasi adalah hal yang penting dalam menunjang komitmen pegawai terhadap organisasi dimana mereka bekerja. Hal ini dapat diupayakan bila pegawai merasakan adanya keamanan dan kepuasan di dalam organisasi tempat ia bergabung untuk bekerja
.
D. PENDEKATAN TERHADAP KOMITMEN
Allen dan Meyer (1990 dalam Yuwono, 2005:140-141) merumuskan tiga komponen yang mempengaruhi komitmen organisasi sehingga karyawan memilih tetap atau meninggalkan organisasi berdasarkan norma yang dimilikinya. Komponen-komponen tersebut adalah:
Komitmen afektif, berkaitan dengan keinginan untuk terikat pada organisasi. Individu menetap dalam organisasi karena keinginannya sendiri. Kunci dari komitmen ini adalah want to. Individu merasakan adanya kesesuaian antara nilai pribadinya dan nilai-nilai organisasi.
Komitmen continuance, suatu komitmen yang didasarkan akan kebutuhan rasional. Komitmen ini terbentuk atas dasar untung rugi, dipertimbangkan atas apa yang harus dikorbankan bila menetap pada organisasi. Kunci dari komitmen ini adalah kebutuhan untuk bertahan (need to). Komitmen ini lebih mendasarkan keterikatannya pada cost benefit analysis.
Komitmen normatif, komitmen yang didasarkan pada norma yang ada dalam diri karyawan, berisi keyakinan individu akan tanggung jawab terhadap organisasi. Dia merasa harus bertahan karena loyalitas. Kunci dari komitmen ini adalah kewajiban untuk bertahan dalam organisasi (ough to). Tipe komitmen ini lebih dikarenakan nilai-nilai moral yang dimiliki karyawan secara pribadi.

PENUTUP
Komitmen merupakan usaha untuk menumbuhkan suatu kepercayaan dan keinginan untuk mencapai tujuan. Komitmen pada organisasi ditandai dengan adanya loyalitas dan identifikasi diri terhadap organisasi. Komitmen pada organisasi tidak hanya menyangkut pada kesetiaan karyawan tetapi juga melibatkan hubungan komunikasi yang harmonis. Karyawan harus memiliki kemauan sendiri untuk memberikan segala sesuatu yang ada pada dirinya guna membantu merealisasika tujuan dan kelangsungan organisasi. Adanya keyakinan yang kuat membuat seseorang mempunyai motivasi, dari keyakinan dan motivasi tersebut seseorang mempunyai komitmen untuk dapat mencapai tujuan tersebut. Komitmen seseorang sangat dibutuhkan dalam ruang lingkup organisasi, karena dengan adanya komitmen maka seseorang memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan kinerja untuk dapat mengembangkan potensi dirinya dan dapat mencapai tujuan yang diinginkan.




KEPUASAN KERJA


A. PENGERTIAN KEPUASAN KERJA
Wexley dan Yukl mengartikan kepuasan kerja sebagai “the way an employee feels about his or her job”. Artinya bahwa kepuasan kerja adalah cara pegawai merasakan dirinya atau pekerjaannya. dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan yang menyokong atau tidak menyokong dalam diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaan maupun kondisi dirinya. Perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan melibatkan aspek-aspek seperti upaya, kesempatan pengembangan karir, hubungan dengan pegawai lain, penempatan kerja, dan struktur organisasi. Sementara itu, perasaan yang berhubungan dengan dirinya antara lain berupa umur, kondisi kesehatan, kemampuan dan pendidikan
Lock (luthans,1995) mengemukakan kepuasan kerja merupakan suatu ungkapan emosional yang bersifat positif atau menyenangkan sebagai hasil dari penilaian terhadap suatu pekerjaan atau pengalaman kerja
Stephen Robins, Kepuasan itu terjadi apabila kebutuhan-kebutuhan individu sudah terpenuhi dan terkait dengan derajat kesukaan dan ketidaksukaan dikaitkan dengan Pegawai, merupakan sikap umum yang dimiliki oleh Pegawai yang erat kaitannya dengan imbalan-imbalan yang mereka yakini akan mereka terima setelah melakukan sebuah pengorbanan.

B. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUASAN KERJA
Lima aspek yang terdapat dalam kepuasan kerja, yaitu
1. Pekerjaan itu sendiri (Work It self). Setiap pekerjaan memerlukan suatu keterampilan tertentu sesuai dengan bidangnya masing-masing. Sukar tidaknya suatu pekerjaan dan perasaan seseorang dalam melakukan pekerjaan akan berpengaruh pada kepuasan kerja.
2. Atasan (Supervision). Atasan yang baik berarti mau menghargai pekerjaan bawahannya. Bagi bawahan, atasan bisa dianggap sebagai figur ayah/ibu/teman dan sekaligus atasannya.
3. Teman sekerja (Workers). Merupakan faktor yang berhubungan antara pegawai dengan atasannya dan dengan pegawai lain, baik yang sama maupun yang berbeda jenis pekerjaannya.
4. Promosi (Promotion). Merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karier selama bekerja.
5. Gaji/Upah (Pay). Merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang sesuai dengan pekerjaan yang dikerjakannya.
Aspek-aspek lain yang terdapat dalam kepuasan kerja :
1. Kerja yang secara mental menantang.
Kebanyakan karyawan menyukai pekerjaan yang memberikan mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dalam mengerjakannya. Karakteristik ini membuat kerja secara mental menantang, karena pekerjaan yang kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi terlalu banyak menantang menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalami kesenangan dan kepuasan.
2. Kondisi kerja yang mendukung.
Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas. Studi-studi memperagakan bahwa karyawan lebih menyukai keadaan sekitar fisik yang tidak berbahaya atau merepotkan. Temperatur (suhu), cahaya, kebisingan, dan faktor lingkungan lain.
3. Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan.
Pada hakikatnya orang yang tipe kepribadiannya kongruen (sama dan sebangun) dengan pekerjaan yang mereka pilih seharusnya sesuai dengan bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka. Dengan demikian, akan lebih besar kemungkinan untuk berhasil pada pekerjaan tersebut. Sehingga, mencapai kepuasan yang tinggi dari hasil pekerjaan mereka.
C. PROFIL KEPUASAN KERJA INDIVIDU
Salah satu faktor yang mempengaruhi loyalitas karyawan adalah kepuasan kerja karyawan. Kepuasan kerja (job satisfaction) adalah keadaan emosional karyawan yang terjadi maupun tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dan perusahaan atau organisasi dengan tingkat nilai balas jasa yang memang diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan (Martoyo, 2000:142).
Menurut Heidjrachman dan Husnan mengemukakan beberapa faktor mengenai kebutuhan dan keinginan pegawai, yakni: gaji yang baik, pekerjaan yang aman, rekan sekerja yang kompak, penghargaan terhadap pekerjaan, pekerjaan yang berarti, kesempatan untuk maju, pimpinan yang adil dan bijaksana, pengarahan dan perintah yang wajar, dan organisasi atau tempat kerja yang dihargai oleh masyarakat (Heidjrachman dan Husnan, 2002: 194).
Jadi, profil kepuasan kerja individu dalam organisasi, dapat dinilai dari hasil kerja dan bagaimana menjalankan tugasnya, yang merupakan aspek penting bagi kinerja maupun produktivitas seseorang. Kepuasan kerja yang rendah akan mengakibatkan pada menurunnya semangat dan motivasi dalam bekerja, lamanya penyelesaian pekerjaan (lambat) dan menurunnya hubungan dalam bekerja (interaksi) dengan karyawan lain. Sedangkan, apabila kepuasan kerjanya tinggi, akan menghasilkan produktivitas yang baik dan bagus, terjadinya komunikasi yang lancar sehingga mempermudah penyelesaian pekerjaan, dan akan bekerja penuh dengan semangat dan bertanggung jawab.
D. KEPUASAN DAN KINERJA
Kinerja adalah prestasi karyawan dalam melaksanakan tugasnya. Sumber kepuasan kerja adalah apabila karyawan memasuki oganisasi, ia membawa seperangkat keinginan, kebutuhan dan pengalaman masa lalu yang membentuk harapan kerja. Apabila karyawan tidak merasa senang dengan situasi kerjanya, biasanya mereka mengatakan  bahwa tidak puas dengan pekerjaannya. Ada dua hal yang mungkin menyebabkan  orang tidak puas dengan pekerjaannya. Pertama, apabila orang tersebut tidak  mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaannya. Kedua, apabila hubungan sesama teman sekerja kurang baik. Ketidak puasan kerja berhubungan dengan komunikasi (Muhammad;2001: 79).
Menurut pendapat Goldhaber (1993) dalam Cheryl Hamilton, Communicating for Results, bahwa informasi yang berkaitan dengan masalah–masalah seperti (bagaimana melakukan pekerjaan, gaji, keuntungan yang didapat) dibutuhkan untuk mencegah adanya ketidak puasan, tetapi hal tersebut tidak akan  menciptakan kepuasan. Selain itu, hubungan dengan atasan merupakan faktor penting terpenuhinya tingkat kepuasan kerja. Pimpinan organisasi memiliki tangung jawab  dalam memberikan kontribusi untuk membangkitkan iklim komunikasi yang baik dalam organisasi dan hal ini secara tidak langsung ikut membantu karywan dalam mencapai kepuasan kerja.
Persoalan antara kepuasan kerja dan kinerja muncul sejak adanya gerakan hubungan antar manusia. Sebenarnya kepuasan mengarah kepada kinerja dan tidak kepuasan menurunkan kinerja, karena mungkin kepuasan adalah efek tidak lansung atas kinerja.

GANJARAN DALAM ORGANISASI DAN KEPUASAN


Ganjaran dalam organisasi merupakan salah satu factor utama dan salah satu kebutuhan bagi individu dalam organisasi. Sistem penghargaan atau ganjaran merupakan sebuah strategi dalam organisasi, karena ganjaran dapat dijadikan sebuah motivasi seseorang itu itu bergabung dalam suatu organisasi Individu akan bergabung dengan organisasi, apabila telah ada kesepakatan atau kecocokan tentang sistem penghargaan atau ganjaran yang berlaku. Demikian sebaliknya, seorang individu akan menolak untuk bergabung dengan organisasi, apabila tidak adanya kecocokan sistem penghargaan yang ada di tubuh organisasi tersebut. Sehingga, apabila motivasi kerja ini timbul dalam diri individu maka akan berpengaruh pula terhadap pencapaian tujuan organisasi.

A. PENGERTIAN GANJARAN
Ganjaran sering dikenal dengan imbalan atau upah merupakan balas jasa yang diberikan oleh organisasi atau perusahaan yang  bersifat fisik maupun non fisik. Selain itu, ganjaran adalah suatu penerimaan sebagai suatu imbalan dan pemberian kerja kepada penerima kerja untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah dan akan dilakukan, berfungsi sebagai jaminan kelansungan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan produksi dalam bentuk uang , dsb.

B. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI ATAU BESARNYA GANJARAN
Faktor Intern Organisasi
Dana organisasi
Kemampuan organisasi untuk melaksanakan ganjaran tergantung pada dana yang terhimpun untuk keperluan tersebut.
Serikat pekerja
Seikat pekerja menjadi symbol kekuatan pekerja didalam menuntut perbaikan nasib. Keberadaan serikat pekerja perlu mendapatkan perhatian atau perlu diperhitungkan oleh pihak manajemen.
Faktor Pribadi Karyawan
Keterampilan yang dimiliki.
Tingkat keterampilan yang dimiliki individu merupakan faktor penentu kompensasi atau ganjaran yang akan diterimanya.
Kerumitan pekerjaan
Pekerjaan yang lebih rumit dan memerlukan konsentrasi lebih untuk menyelesaikannya biasanya mendapatkan ganjaran lebih tinggi daripada pekerjaan yang mudah dilakukan, agar setiap individu tertarik dan tertantang untuk dapat menyelesaikan pekerjaannya.
Produktifitas kerja
Produktifitas kerja dipengaruhi oleh prestasi kera. Prestasi kerja merupakan factor yang diperhitungkan dalam penetapan ganjaran. Pemberian ganajaran ini dimaksud untuk meningkatkan produktifitas kerja karyawan.
Posisi dan jabatan
Posisi dan jabatan seseorang dalam organisasi menunjukkan keberadaan dan tanggung jawabnya dalam organisasi. Semakin tinggi posisi dan jabatan seseorang, maka semakin besar tanggung jawabnya maka semakin tinggi pula ganjaran yang diterimanya.
Pendidikan dan pengalaman
Pegawai yang lebih berpengalaman dan berpendidikan lebih tinggi akan mendapat ganjaran yang lebih besar dari pegawai yang kurang pengalaman atau lebih rendah tingkat pendidikannya. Ini merupakan wujud penghargaan organisasi pada keprofesionalan seseorang, dan memacu karyawan untuk meningkatkan pengetahuannya.
Faktor Ekstren
Penawaran dan permintaan kerja
Besarnya nilai ganjaran yang ditawarkan suatu organisasi merupakan daya tarik calon pegawai untuk memasuki organisasi tersebut
Biaya hidup
Paling tidak ganjaran yang diberikan harus sama dengan atau di atas biaya hidup minimal.
Kebijaksanaan Pemerintah
Sebagai pemegang kebijakan, pemerintah berupaya melindungi rakyatnya dan harus bersikap adil. Dalam kaitannya dengan ganjaran, pemerintah menentukan upah minimum, jam kerja untuk pria dan wanita, dll. Sehingga, pemerintah dapat mencegah praktek-praktek organisasi yang dapat memiskinkan bangsa.

C.   TUJUAN GANJARAN
1) Memenuhi kebutuhan ekonomis
2) Agar seseorang termotivasi untuk memperbaiki dan meningkatkan prestasi yang telah dicapainya
3) Pencapaian  terhadap keberhasilan kinerja organisasi
4) Produktivitas dan kepuasan kerja
5) Memperoleh karyawan yang memenuhi persyarat
6) Mempertahankan karyawan yang ada
7) Menjamin keadilan
Pada intinya tujuan dilakukannya ganjaran dalam suatu organisasi/ganjaran adalah untuk meningkatkan motivasi seseorang untuk memperbaiki dan meningkatkan prestasinya, sehingga timbulah kepuasan kerja, produktivitas kerja dan akhirnya mendukung pencapaian terhadap kinerja organisasi

D.   GANJARAN DENGAN KINERJA
Suatu hubungan antara kinerja dan ganjaran sangat kuat dan saling mempengaruhi jika termotivasi secara maksimal. Menurut pendapat Robbins (1998:149), bahwa faktor-faktor penting kepuasan kerja yaitu pekerjaan yang secara mental menantang, ganjaran yang pantas, kondisi kerja yang mendukung, dan rekan kerja yang mendukung. Sedangkan kinerja karyawan dikutip dari Bernardin dan Russel, (1993:353), hubungan antara ganjaran dengan kinerja adalah :
a) Dengan adanya manfaat ganjaran maka akan timbul hubungan timbal balik antara perusahaan dan karyawan.
b) Perusahaan mengharapkan agar ganjaran yang diberikan dapat memperoleh imbalan prestasi kerja yang lebih besar dari karyawan.
c) Karyawaan mengharapkan agar pekerjaan yang dikerjakannya memperoleh ganjaran yang lebih dan setara dengan apa yang telah dikerjakan untuk perusahaan.
Pada prinsipnya, menerima dan memberi (take and give) merupakan suatu tindakan timbal balik. Karyawan yang telah diberikan kesempatan bekerja oleh perusahaan hendaknya membalas pemberian itu dengan memberikan kinerja yang maksimal. Kinerja yang maksimal itu kemudian akan dihargai oleh perusahaan berupa gaji yang pantas, penghargaan prestasi, promosi, dan berbagai bentuk penghargaan lainnya.
Kunci untuk teori harapan adalah pemahaman tujuan-tujuan seorang individu dan keterkaitan antara upaya dan kinerja, antara kinerja dan gajaran, dan akhirnya antara ganjaran dan dipuaskannya tujuan individual. Teori harapan mengakui bahwa tidak ada asas yang universal untuk menjelaskan motivasi semua orang.


DAFTAR PUSTAKA
Robbins, Stephen P. 2005. Perilaku Organisasi. Jakarata: Erlangga.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kepuasan_Kerja
 http://72.14.235.132/search?q=cache:QmgcCCVwswEJ:www.hotlinkfiles.com/files/2007609_rslxa/6.EvaluasidanImbalan.ppt+tujuan+ganjaran+organisasi

MOTIVASI DALAM ORGANISASI


Motivasi merupakan masalah kompleks dalam organisasi, karena kebutuhan dan keinginan setiap anggota organisasi berbeda satu dengan yang lainnya, karena setiap anggota suatu organisasi adalah unik secara biologis maupun psikologis, dan berkembang atas dasar proses belajar yang berbeda pula. Oleh karena itu, penerapan motivasi dalam suatu organisasi sangat diperlukan agar tujuan organisasi dapat tercapai.
Dengan memberikan motivasi berupa stimulus kepada anggota individu, dapat memberikan hasil kinerja dan produktiitas yang cukup besar. Sehingga, motivasi dan kinerja sangat berhubungan, karena motivasi akan berdampak terhadap kinerja dan kinerja bergantung terhadap motivasi.

A.   PENGERTIAN MOTIVASI DAN PROSES MOTIVASI

Istilah motivasi berasal dari bahasa latin yaitu movere yang berarti bergerak atau menggerakkan. Motivasi sebagai upaya yang dapat memberikan dorongan kepada seseorang untuk mengambil suatu tindakan yang dikehendaki, karena perilaku seseorang cenderung berorientasi pada tujuan dan didorong oleh keinginan untuk mencapai tujuan tertentu.
Menurut Morgan (dalam Soemanto, 1987) mengemukakan bahwa motivasi bertalian dengan tiga hal yang merupakan aspek-aspek dari motivasi, yaitu keadaan yang mendorong tingkah laku (motivating states), tingkah laku yang di dorong oleh keadaan tersebut (motivated behavior) dan tujuan dari pada tingkah laku tersebut (goals or ends of such behavior).
 Proses motivasi yang menunjukkan kebutuhan yang tidak terpuaskan akan meningkatkan tegangan dan memberikan dorongan pada seseorang dan menimbulkan perilaku seseorang, digambarkan sebagai berikut:
1. Kebutuhan tidak terpuaskan
2. Perilaku pencarian
3. Kebutuhan terpuaskan
4. Tegangan
5. Pengurangan tegangan
6. Dorongan
Pada umumnya kinerja yang tinggi dihubungkan dengan motivasi yang tinggi. Sebaliknya, motivasi yang rendah dihubungkan dengan kinerja yang rendah. Kinerja seseorang kadang-kadang tidak berhubungan dengan kompetensi yang dimiliki, karena terdapat faktor diri dan lingkungan kerja yang mempengaruhi kinerja.
Kinerja yang tinggi adalah fungsi dan interaksi antara motivasi, kompetensi dan peluang sumber daya pendukung, sehingga kinerja dapat dirumuskan sebagai berikut:
Kinerja = f ( Motivasi x Kompetensi x Kesempatan )
Konsep motivasi menurut Sigmund Freud, mengemukakan bahwa manusia itu tidaklah meyakini kesadarannya atas semua keinginannya. Perilaku seseorang sebenarnya dapat dikaji sebagai peristiwa saling ketergantungannya beberapa unsur yang merupakan suatu lingkaran, yang terdiri dari motivasi dan tujuan, yakni terdiri dari kebutuhan (need), dorongan (drive), dan tujuan (goals).

B.   TEORI-TEORI MOTIVASI

Tahun 1950an merupakan periode perkembangan konsep-konsep motivasi. Teori-teori yang berkembang pada masa ini adalah hierarki teori kebutuhan, teori X dan Y, dan teori dua faktor. Teori-teori kuno dikenal karena merupakan dasar berkembangnya teori yang ada hingga saat ini yang digunakan oleh manajer pelaksana di organisasi-organisasi di dunia dalam menjelaskan motivasi karyawan
-    
  Teori Hierarki Kebutuhan (Abraham Maslow)

Teori motivasi yang paling terkenal adalah hierarki teori kebutuhan milik Abraham Maslow. Ia membuat hipotesis bahwa dalam setiap diri manusia terdapat hierarki dari lima kebutuhan, yaitu fisiologis (rasa lapar, haus, dll), rasa aman (rasa ingin dilindungi dari bahaya fisik dan emosional), sosial (rasa kasih sayang, kepemilikan, dan persahabatan), penghargaan (faktor penghargaan internal dan eksternal), dan aktualisasi diri (pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri sendiri).

-        Teori X dan teori Y
Douglas McGregor menemukan teori X dan teori Y setelah mengkaji cara para manajer berhubungan dengan para karyawan. Kesimpulannya adalah pandangan manajer mengenai sifat manusia didasarkan atas beberapa kelompok asumsi tertentu dan cenderung membentuk perilaku mereka terhadap karyawan berdasarkan asumsi-asumsi tersebut.

Ada empat asumsi yang dimiliki manajer dalam teori X, yaitu :
Karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaannya.
Karena karyawan tidak menyukai pekerjaan, mereka harus dikendalikan atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan.
Karyawan mengindari tanggung jawab dan mencari perintah formal
Sebagian karyawan menempatkan keamanan di atas semua faktor lain terkait pekerjaan dan menunjukkan sedikit ambisi.
Bertentangan dengan pandangan-pandangan negatif mengenai sifat manusia dalam teori X, ada pula empat asumsi positif yang disebutkan dalam teori Y, yaitu :
Karyawan menganggap kerja sebagai hal yang menyenangkan
Karyawan akan berlatih mengendalikan diri dan emosi untuk mencapai berbagai tujuan.
Karyawan bersedia belajar untuk menerima, mencari, dan bertanggungjawab. Karyawan mampu membuat berbagai keputusan inovatif yang diedarkan ke seluruh populasi, dan bukan hanya bagi mereka yang menduduki posisi manajemen.
-        Teori Kebutuhan McClelland
Teori kebutuhan McClelland dikembangkan oleh David McClelland dan teman-temannya. Teori kebutuhan McClelland berfokus pada tiga kebutuhan yang didefinisikan sebagai berikut:
o   Kebutuhan pencapaian: dorongan untuk melebihi, mencapai standar-standar, berusaha keras untuk berhasil.
o   Kebutuhan kekuatan: kebutuhan untuk membuat individu lain berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan berperilaku sebaliknya.
o   Kebutuhan hubungan: keinginan untuk menjalin suatu hubungan antarpersonal yang ramah dan akrab.

-        Teori Efek Hawthorn

Penelitian oleh Elton Mayo pada perusahaan General Electric kawasan Hawthorn di Chicago, memilki dampak pada motivasi kelompok kerja dan sikap karyawan dalam bekerja. Kontribusi hasil penelitian tersebut bagi perkembangan teori motivasi adalah:
•        Kebutuhan dihargai sebagai manusia ternyata lebih penting dalam meningkatkan motivasi dan produktivitas kerja karyawan dibandingkan dengan kondisi fiisik lingkungan kerja.
•        Sikap karyawan dipengaruhi oleh kondisi yang terjadi baik di dalam maupun di luar lingkungan tempat kerja.
•         Kelompok informal di lingkungan kerja berperan penting dalam membentuk kebiasaan dan sikap para karyawan.
•        Kerjasama kelompok tidak terjadi begitu saja, tetapi harus direncanakan dan dikembangkan.
-        Teori Evaluasi Kognitif
Teori evaluasi kognitif adalah teori yang menyatakan bahwa pemberian penghargaan-penghargaan ekstrinsik untuk perilaku yang sebelumnya memuaskan secara intrinsik cenderung mengurangi tingkat motivasi secara keseluruhan. Teori evaluasi kognitif telah diteliti secara eksensif dan ada banyak studi yang mendukung.
-        Teori Penentuan Tujuan
Teori penentuan tujuan adalah teori yang mengemukakan bahwa niat untuk mencapai tujuan merupakan sumber motivasi kerja yang utama. Artinya, tujuan memberitahu seorang karyawan apa yang harus dilakukan dan berapa banyak usaha yang harus dikeluarkan.
-        Teori Penguatan
Teori penguatan adalah teori di mana perilaku merupakan sebuah fungsi dari konsekuensi-konsekuensinya jadi teori tersebut mengabaikan keadaan batin individu dan hanya terpusat pada apa yang terjadi pada seseorang ketika ia melakukan tindakan.
-        Teori Keadilan
Teori keadilan adalah teori bahwa individu membandingkan input dan hasil pekerjaan mereka dengan input dan hasil pekerjaan orang lain, kemudian merespons untuk menghilangkan ketidakadilan.

C.   PENERAPAN MOTIVASI DALAM ORGANISASI

Penerapan Motivasi dalam organisasi sangat penting dilakukan oleh seorang pimpinan karena  akan berdampak terhadap iklim dan produktivitas kerja organisasi. Dalam hal ini peranan pemimpin/manajer diperlukan dalam menggerakan dan menciptakan gairah dan kepuasan pekerjanya  untuk bekerja lebih produktif. Manajer harus bisa menciptakan iklim kerja yang kondusif dengan membangun hubungan sosial dengan bawahannya, karena apabila terciptanya iklim kerja kondusif sehingga bawahan merasa nyaman dalam bekerja maka motivasi bekerja itu akan muncul dan produktivitas bekerja akan  meningkat

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi motivasi oraganisasi :
-                                  Tujuan
Visi, misi dan tujuan yang jelas akan membantu suatu organisasi dalam bekerjasama yang sejalan dengan kebutuhan dan tujuan anggotanya.
-                                 Tantangan
Manusia dikarunia mekanisme pertahanan diri yang di sebut “fight atau flight syndrome”. Ketika dihadapkan pada suatu tantangan, secara naluri manusia akan melakukan suatu tindakan untuk menghadapi tantangan tersebut (fight) atau menghindar (flight). Dalam banyak kasus tantangan yang ada merupakan suatu rangsangan untuk mencapai kesuksesan. Dengan kata lain tantangan tersebut justru merupakan motivator.
Keakraban
Team yang sukses biasanya ditandai dengan sikap akraban satu sama lain. Para anggota team saling menyukai dan berusaha keras untuk mengembangankan dan memelihara hubungan interpersonal. Hubungan interpersonal menjadi sangat penting karena dasar terciptanya keterbukaan dan komunikasi antara sesama anggota organisasi.
-                                Tanggungjawab
Setiap orang akan terstimulasi ketika diberi suatu tanggungjawab. Tanggungjawab mengimplikasikan adanya suatu otoritas untuk membuat perubahan atau mengambil suatu keputusan. Suatu organisasi yang diberi tanggungjawab cenderung akan memiliki motivasi yang tinggi.
-                                  Budaya
Setiap orang akan melakukan banyak cara untuk mengembangkan diri, mempelajari konsep, ketrampilan baru, serta melangkah menuju kehidupan yang lebih baik. Jika dalam sebuah organisasi setiap anggota merasa bahwa organisasi tersebut dapat memberikan peluang bagi mereka untuk melakukan hal-hal tersebut di atas maka akan tercipta motivasi dan komitmen yang tinggi. Kebiasaan dan norma seseorang didalam organisasi dapat mempengaruhi perilaku seseorang untuk mendapatkan motivasi.  
-                                Kepemimpinan
Leadership merupakan faktor yang berperan penting dalam mendapatkan komitment dari anggota suatu organisasi. Leader berperan dalam menciptakan kondisi yang kondusif bagi team-nya untuk bekerja dengan tenang dan harmonis.

D.   MOTIVASI DAN KINERJA

Menurut Stephen P. Robbins  dan Mary Coulter dalam Winardi, yang dimaksud motivasi karyawan adalah  kesediaan untuk melaksanakan upaya tinggi, untuk mencapai tujuan-tujuan  keorganisasian, yang dikondisi oleh kemampuan upaya demikian, untuk  memenuhi kebutuhan individual tertentu (Winardi, 2001 : 1-2).
Sedangkan, menurut McClelland bahwa kinerja seseorang dapat dipengaruhi oleh mental yang ada pada dirinya. Ini merupakan kondisi jiwa yang mendorong seseorang untuk mencapai kinerja secara optimal. Ada tiga jenis pendorong kebutuhan yaitu kebutuhan berprestasi, kebutuhan berafiliasi dan kebutuhan berkuasa. Karyawan perlu mengembangkannya melalui lingkungan kerja yang efektif untuk meningkatkan kinerja dan mencapai tujuan perusahaan.

Motivasi atau dorongan kepada karyawan untuk bersedia bekerja sama demi tercapainya tujuan bersama ini terdapat dua macam, yaitu:
a.    Motivasi finansial, yaitu dorongan yang dilakukan dengan memberikan imbalan finansial kepada karyawan. Imbalan tersebut sering disebut insentif.
b.    Motivasi nonfinansial, yaitu dorongan yang diwujudkan tidak dalam  bentuk finansial/ uang, akan tetapi berupa hal-hal seperti pujian, penghargaan, pendekatan manusia dan lain sebagainya (Gitosudarmo dan Mulyono , 1999).

Dengan adanya manfaat kompesasi maka akan timbul hubungan timbal balik antara perusahaan dan karyawan. Jadi, nilai prestasi kerja karyawan harus lebih besar dari nilai kompensasi yang dibayar perusahaan, supaya perusahaan mendapatkan laba dan kontinuitas perusahaan terjamin. Karyawaan mengharapkan agar pekerjaan yang dikerjakannya memperoleh imbalan yang lebih dan setara dengan apa yang telah dikerjakan untuk perusahaan. Sehingga, karyawan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.

IKLIM ORGANISASI


Iklim organisasi adalah serangkaian deskripsi dari karakteristik organisasi yang membedakan sebuah organisasi dengan organisasi lainnya yang mengarah pada persepsi masing-masing anggota dalam memandang organisasi.

a. Konsep iklim organisasi
Menurut Toulson & Smith, 1994:455, iklim organisasi sebagai suatu yang dapat diukur pada lingkungan kerja baik secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada karyawan dan pekerjaannya dimana tempat mereka bekerja dengan asumsi akan berpengaruh pada motivasi dan perilaku karyawan.
Menurut Davis dan Newstrom (2001:25), iklim organisasi sebagai kepribadian sebuah organisasi yang membedakan dengan organisasi lainnya yang mengarah pada persepsi masing-masing anggota dalam memandang organisasi.
Unsur-unsur yang membentuk iklim dalam organisasi, yaitu:
a) Kepemimpinan                  
b) Motivasi
c) Komunikasi
d) Interkasi
e) Pengambilan keputusan
f) Penetapan tujuan

b. Isu-isu iklim organisasi dalam lembaga pendidikan
Iklim organisasi merupakan gambaran kolektif yang bersifat umum terhadap suasana kerja organisasi yang membentuk harapan dan perasaan seluruh karyawan sehingga kinerja organisasi meningkat.
Iklim organisasi akan berpengaruh terhadap kinerja dan produktivitas anggota organisasi, iklim dalam lembaga pendidikan dalam hal ini bagaimana seorang kepala sekolah menciptakan iklim kerja yang kondusif guna mendukung proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Sehingga, pembentukan iklim kerja yang kondusif disekolah menjadikan seluruh personil melakukan tugas dan peran mereka secara optimal.
Faktor manusia merupakan unsur kunci dari keberlangsungan suatu organisasi dan akan berpengaruh terhadap orang-orang dalam organisasi tersebut. Baik buruknya kinerja kepala sekolah ditentukan oleh sejauhmana prestasi kerja atau kinerja dari masing-masing kepala sekolah yang bertugas di dalam organisasinya.

c. Hubungan iklim organisasi dan efektifitas organisasi
Efektivitas merupakan suatu konsep yang sangat penting karena mampu memberikan gambaran mengenai keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai sasarannya atau dapat dikatakan bahwa efektivitas merupakan tingkat ketercapaian tujuan yang telah dilaksanakan dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya.
Dengan adanya hubungan iklim organisasi dan efektifitas, maka organisasi akan berjalan terarah dengan tujuan yang jelas. Adanya tujuan akan memberikan motivasi untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Selanjutnya tujuan organisasi mencakup beberapa fungsi diantaranya yaitu memberikan pengarahan dengan cara menggambarkan keadaan yang akan datang yang harus diwujudkan oleh organisasi.

d. Iklim organisasi dan kinerja
Iklim organisasi adalah keadaan di tempat kerja baik fisik maupun non fisik yang mendukung pelaksanaan tugas dalam organisasi dengan indikator kelengkapan sarana kerja, kenyamanan ruang kerja, kejelasan tugas, hubungan yang baik dengan atasan dan rekan kerja, serta sistem penghargaan dan sanksi yang adil. Kinerja adalah untuk kerja yang dapat dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas pekerjaannya sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawabnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi.
Jadi dapat disimpulkan, pengaruh iklim organisasi terhadap kinerja seluruh karyawan mempunyai  dimensi yang signifikan terhadap kepuasan kerja dengan adanya imbalan, tanggung jawab, standar pelaksanaan pekerjaan dan kepemimpinan.